1.1 Latar Belakang
Perubahan
kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan indikasi dari
perkembangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkembangan dalam diri
anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh itu tidaklah
salah bila teori kecerdasan majemuk dapat memenuhi kecenderungan perkembangan anak didik yang bervariasi. Fakta
biologis menunjukkan bahwa manusia ketika baru dilahirkan dalam keadaan
tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang karena:
kemampuan anak bersifat fleksibel, anak manusia mempunyai otak yang besar dan berpermukaan luas, dan mempunyai pusat syaraf yang berfungsi untuk menerima pengaruh dari luar dirinya sehingga dapat terjadi proses belajar. Anak manusia ketika dilahirkan membawa bermacam-macam kemampuan potensial, yang membutuhkan stimuli dari lingkungan.
kemampuan anak bersifat fleksibel, anak manusia mempunyai otak yang besar dan berpermukaan luas, dan mempunyai pusat syaraf yang berfungsi untuk menerima pengaruh dari luar dirinya sehingga dapat terjadi proses belajar. Anak manusia ketika dilahirkan membawa bermacam-macam kemampuan potensial, yang membutuhkan stimuli dari lingkungan.
Undang-undang
No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, berbunyi " warga negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus".
Dalam
pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena
kepadanyalah bahan ajar melalu sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah
dimaklumi bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya
masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada
diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang
sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Para
pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan yang ada pada
mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu
permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan
murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak
diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini
harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui
lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang
memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik.
Kebutuhan
akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan
merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang
semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk
mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan.
Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada
setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara
pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.Dalam pengembangan bakat dan
kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga
kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan
memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang
menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di
lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1. Apakah kreativitas itu?
1.2.2. Apa sajakah yang dilakukan untuk mengembangkan
bakat dan kreativitas anak/remaja?
1.2.3.
Siapa sajakah yang berperan dalam pengawasan pengembangan kreativitas tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk
menjelaskan
pengertian kreativitas.
1.3.2. Untuk
menjelaskan tentang
pengembangan bakat dan kreatifitas anak/remaja.
1.3.3.
Untuk menjelaskan peranan dan hubungan remaja dengan sekitarnya.
II.
BAHASAN
2.1.
Pengertian Kreativitas
Menurut Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistik menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri endiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
Menurut Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
Menurut Hulbeck (1945), “ Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Menurut Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Menurut Haefele (1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna social.
Menurut Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
Menurut Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistik menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri endiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
Menurut Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
Menurut Hulbeck (1945), “ Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Menurut Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Menurut Haefele (1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna social.
Menurut Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
Kreativitas
membutuhkan adanya dorongan dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
1. Motivasi untuk Kreativitas
Dorongan ada pada setiap individu dan bersifat universal ada dalam diri individu itu sendiri namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.
1. Motivasi untuk Kreativitas
Dorongan ada pada setiap individu dan bersifat universal ada dalam diri individu itu sendiri namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.
2. Kondisi
Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Menurut Rogers, penciptaan kondisi keamanan psikologis dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.
Menurut Rogers, penciptaan kondisi keamanan psikologis dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.
2.2.
Mengembangkan bakat dan kreativitas anak dan remaja
Mengenai
Persimpangan Kreativitas, Amabile menekankan bahwa keberhasilan dalam
perwujudan kreativitas ditentukan oleh tiga factor yang saling terkait, dan
titik pertemuan antara ketig factor inilah yang menentukan keunggulan kreatif,
yaitu keterampilan dalam bidang tertentu, keterampilan berpikir dan bekerja
kreatif, dan motivasi intrinsic.
Penelitian Dacey (1989) membandingkan karakteristik keluarga yang anak remajanya sangat kreatif, dengan keluarga yang anak remajanya biasa saja. Hasil penelitian ini menunjukkan peran besar dari lingkungan keluarga; dalam keluarga dengan remaja kreatif, tidak banyak aturan diberlakukan dalam kelaurga dibandingkan keluarga yang biasa. Banyak diantara remaja yang kreatif pernah mengalami masa krisis atau trauma dalam hidup mereka. Orang tua mengukur tanda-tanda kekereatifan anak sudah pada usia dini, dan mereka mendorong dan memberi banyak kesempatan untuk mengmbangkan bakat anak. Banyak dari orang tua keluarga kreatif mempunyai hobi yang dikembangkan di samping karier mereka. Orang tua dan anak dari keluarga kreatif sama-sama berpendapat bahwa peranan sekolah tidak penting dalam pengembangan kreativitas anak. Tetapi remaja kreatif cendrung untuk bekerja lebih keras daripada teman sekolah mereka. Agaknya dominasi dari belahan otak kanan (yang diasumsikan dengan fungsi kreatif) lebih kuat pada kelompok remaja yang kreatif.
Penelitian Dacey (1989) membandingkan karakteristik keluarga yang anak remajanya sangat kreatif, dengan keluarga yang anak remajanya biasa saja. Hasil penelitian ini menunjukkan peran besar dari lingkungan keluarga; dalam keluarga dengan remaja kreatif, tidak banyak aturan diberlakukan dalam kelaurga dibandingkan keluarga yang biasa. Banyak diantara remaja yang kreatif pernah mengalami masa krisis atau trauma dalam hidup mereka. Orang tua mengukur tanda-tanda kekereatifan anak sudah pada usia dini, dan mereka mendorong dan memberi banyak kesempatan untuk mengmbangkan bakat anak. Banyak dari orang tua keluarga kreatif mempunyai hobi yang dikembangkan di samping karier mereka. Orang tua dan anak dari keluarga kreatif sama-sama berpendapat bahwa peranan sekolah tidak penting dalam pengembangan kreativitas anak. Tetapi remaja kreatif cendrung untuk bekerja lebih keras daripada teman sekolah mereka. Agaknya dominasi dari belahan otak kanan (yang diasumsikan dengan fungsi kreatif) lebih kuat pada kelompok remaja yang kreatif.
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek
tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian
Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk
menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara
dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai
dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai
dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab,
dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya
ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa
bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib
yang dialaminya.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam
masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih
berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku
sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi,
demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat
individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut
mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga,
sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan
masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu
menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara
komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh
sang individu.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan
individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses
penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial
dan kejiwaan.
Dalam
mengembangkan kreativitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara
lain;
1.
Menghargai Eksistensi Remaja.
2.
Eksistensi Siswa Dalam Kehidupannya.
2.3. Peranan dan hubungan remaja dengan
sekitarnya.
A.
Keluarga
Hubungan
keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia, terlebih
selama masih remaja karena pada saat itulah anak laki-laki dan perempuan sangat
tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh
rasa aman. Baik atau buruknya Hubungan remaja dengan keluarga dapat
mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah.
Orang tua
merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Pola
hubungan antara orang tua dengan remaja akan mempunyai pengaruh terhadap
penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri antara lain:
a.
Menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima
anaknya dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan
rasa aman bagi anak.
b.
Menghukum dan disiplin yang berlebihan, merupakan pola hubungan orang tua
dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan
berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang
menguntungkan.
c.
Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, dapat menimbulkan perasaan
tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung dan sebagainya.
d.
Penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya. Hal
ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
Di samping orang tua, anggota-anggota
keluarga lainnya (saudara-saudaranya) juga memiliki pengaruh terhadap
penyesuaian diri si anak. Bila suasana hubungan saudara yang penuh
persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik.
Apabila sebaliknya akan menimbulkan suasana yang buruk (misalnya kebencian, iri
hati, perselisihan, dan sebagainya). Umumnya peran remaja dalam keluarga
tidak begitu diperhatikan oleh orang tua dan sauadara yang lebih tua darinya.
Baik atau tidaknya peran remaja dalam keluarga itu dipengaruhi oleh pola
hubungan keluarga terhadap dirinya. Agar karakteristik sosial remaja itu baik
di lingkungan keluarga maka ia harus memperhatikan dan melakukan hal-hal yang
baik dan benar, antara lain:
a.
Menjalin hubungan yang biak dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara);
b.
Menerima otoritas orang tua (mau menaati peratuaran yang ditetapkan orang tua);
c.
Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga;
d.
Berusaha membantu anggota keluarga sebagai individu maupun kelompok dalam
mencapai tujuannya.
B.
Sekolah
Sekolah
mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidu[pan intelektual,
sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis
menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Di samping itu hasil pendidikan yang
diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian di
masyarakat.
Di lingkungan
sekolah, anak (remaja) harus bersikap respek dan mau menerima peraturan
sekolah; berpartisapasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; menjalin persahabatan dengan
teman-teman di sekolah; bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan
staf lainnya; dan membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.
C.
Teman sebaya
Teman-teman
sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep
diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya; dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompok.
D.
Masyarakat
Keadaan
lingkungan masyarakat di mana individu merupakan kondisi yang menentukan proses
dan pola-pola penyesuaian diri. Dalam lingkungan masyarakat remaja
diperhadapkan untuk mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain, memelihara
jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis
terhadap kesejahteraan orang lain, dan bersikap respek terhadap nilai-nilai,
hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.
III. PENUTUP
3.1. Simpulan
Masa remaja
merupakan masa yang paling banyak mempengaruhi diri atau karakteristik sosial.
Pada masa remajalah berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai inidividu yang unik,
baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya.
Pemahamannya ini mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih
akrab terhadap sekitarnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman
sebaya, maupun masyarakat. Namun
demikian, terdapat pula fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak di
antara generasi muda belum memiliki kemandirian. Hal ini mencerminkan
kreativitas generasi muda kita belum berkembang dengan baik.Maka dianggap perlu
memberikan stimulus terhadap pengembangan kreativitas remaja. Bagimana anak
(remaja) berperan terhadap lingkungan sekitarnya tergantung kemampuannya untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang paling
berpengaruh adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Agar dapat
mengikuti atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, anak harus
memperhatikan situasi yang berkembang di sekitarnya. Agar mapu tercipta pemuda pemudi
yang kreatif untuk membangun bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar